Rabu, 26 Mei 2010

Menciptakan Rasa Cinta Pada Perpustakaan

Abstrak

Sebagai sumber informasi bagi masyarakat, keberadaan perpustakaan seringkali terabaikan bagi para penelusur informasi. Keadaan ini dikarenakan masyarakat belum mengetahui seluk-beluk perpustakaan dan juga diperparah dengan tingkat minat baca masyarakat yang masih kurang. Agar terjadi sinergi yang maksimal antara perpustakaan dan masyarakat maka perlu diadakan pemasyarakatan Gerakan Minat Baca dan sekaligus Promosi Perpustakaan agar menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap perpustakaan.

PENDAHULUAN

Keberadaan perpustakaan sekarang ini menjadi begitu penting dengan dikeluarkannya Undang-undang no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan. Undang-undang yang menjadi payung hukum bagi segala aktifitas kinerja perpustakaan dan seluruh elemen pendukung kegiatannya, meliputi pustakawan, gedung, koleksi, dan pemustaka.

Sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang no 43 tahun 2007, dalam pasal 3 dikatakan bahwa perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Bertolak dari fungsi perpustakaan tersebut tentunya sebuah tantangan bagi pengelola perpustakaan untuk menciptakan sebuah perpustakaan yang bisa menjadi tempat menggali ilmu sekaligus tempat rekreasi yang menyenangkan sehingga terwujud masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

Dan begitu pun sebaliknya, akan menjadi sebuah kondisi yang memprihatinkan, apabila keberadaan Undang-undang tersebut tidak bisa membuat kinerja perpustakaan lebih maksimal karena sepi pemustaka. Dengan kata lain, perpustakaan hanya menjadi sebuah gudang buku yang statis dan kurang menarik perhatian pemustakanya.

FAKTOR PENYEBAB RENDAHNYA MINAT MASYARAKAT TERHADAP PERPUSTAKAAN

Kondisi demikian juga tidak disebabkan oleh faktor perpustakaannya saja karena ada faktor lain yang turut mempengaruhi aktifitas kinerja perpustakaan yaitu minat baca masyarakat sebagai pemustakanya. Kurangnya minat baca masyarakat turut mempengaruhi tinggi rendahnya aktifitas layanan perpustakaan.

Ketika minat baca sudah tinggi, sebuah perpustakaan akan lebih berdaya guna apabila dibarengi dengan tindakan promosi ke masyarakat.

STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN DAYA TARIK MASYARAKAT PADA PERPUSTAKAAN.

1. Pemasyarakatan Gerakan Peningkatan Minat Baca

Gerakan peningkatan minat baca merupakan unsur penting yang perlu mendapat perhatian serius di semua kalangan. Minat baca tidak bisa muncul tiba-tiba tapi harus dipupuk sejak dini dan perlu upaya-upaya yang maksimal untuk mewujudkannya.

Seperti yang dilansir oleh Taufik Ismail, Bahwa Negara kita adalah bangsa dengan minat baca yang rendah di antara bangsa-bangsa di dunia. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam proses peningkatan minat baca karena bangsa kita bangsa yang lebih familiar dengan budaya tutur.

Beberapa cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan minat baca masyarakat ialah:

a. Sosialisasi bacaan ke keluaraga

Peningkatan minat baca bisa dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Dari keluarga inilah diharapkan orangtua mulai menanamkan kecintaan anak-anaknya untuk mencintai bacaan, misalnya dilakukan dengan membacakan buku cerita pada anak-anak menjelang tidur. Apabila dilakukan secara kontinyu, kegiatan ini lambat laun akan menggugah anak untuk membaca sendiri.

Peran perpustakaan di sini bisa dilakukan dengan jalan mengadakan lomba mendongeng orang tua kepada anaknya.

Ketika kebiasaan membaca sudah tertanam di setiap keluarga maka kebutuhan akan bahan bacaan akan meningkat dan diharapkan mereka akhirnya akan mencari tempat sumber koleksi bacaan. Dari sinilah perpustakaan diharapkan untuk menangkap kegelisahan masyarakat yang haus akan bacaan.

b. Mengundang anak TK/PAUD Kunjungan ke Perpustakaan

Kegiatan ini bisa berupa; mewarnai, membaca, dan bisa juga melihat film yang diputar di perpustakaan. Aktivitas ini secara tidak langsung bisa memberikan pengalaman kepada anak-anak mengenai aktivitas perpustakaan. Anak-anak secara tidak langsung akan mengamati perilaku pengunjung dan petugas perpustakaan ketika mereka berada di ruang perpustakaan. Dari sini diharapkan mereka tidak canggung lagi ketika harus berkunjung sendiri ke perpustakaan kelak.

c. Mengadakan lomba membaca naskah sastra

Lomba membaca naskah sastra merupakan salah satu kegiatan yang dapat merangsang minat baca. Ini disebabkan karena masing-masing individu mempunyai selera yang berbeda. Mereka akan memilih dan memilah jenis bacaan yang sesuai dengan perasaannya.

Dari beberapa poin di atas diharapkan nantinya bisa tercipta kebiasaan membaca di masyarakat sehingga tercipta suatu kondisi masyarakat pembelajar sepanjang hayat ( long life education ).

2. Promosi Perpustakaan

Promosi perpustakaan adalah kegiatan pengenalan sosialisasi mengenai seluk beluk dunia perpustakaan. Tujuan dari promosi perpustakaan ini adalah:

  • Untuk menginformasikan kepada pemakai layanan dan program kegiatan yang ada di perpustakaan;
  • Untuk menbangkitkan minat dan keinginan pemakai terhadap perpustakaan dan layanannya;
  • Untuk memelihara kesadaran pemakai terhadap layanan perpustakaan;
  • Untuk meningkatkan penggunaan perpustakaan.

Jika melihat dari tujuan promosi perpustakaan tersebut maka diperlukan cara-cara yang jitu sebagaimana cara-cara promosi di dunia usaha supaya promosi perpustakaan bisa tepat sasaran dan menghasilkan hasil yang optimal.

Beberapa Sarana Promosi

1. Menggunakan media elektronik

a. Media televisi

Media televisi sangat efektif dipakai untuk memromosikan suatu produk barang atau jasa karena jangkauannya yang luas dan juga karena bentuk medianya yang audio visual.

b. Internet

Yaitu melalui penggunaan website yang menarik bagi perpustakaan yang bersangkutan akan memancing user untuk mendatangi perpustakaan tersebut. Website ini bisa menjadi perwakilan perpustakaan di dunia maya. Di sini bisa ditunjukkan seluk beluk perpustakaan mulai dari cara pendaftaran, Gedung, daftar koleksi, dan informasi lainnya.

c. Radio

Bagi perpustakaan lokal bisa memanfaatkan media radio untuk perpustakaannya. Mengingat radio adalah media audio maka bentuk atau isi iklannya dititik beratkan pada informasi-informasi insidental. Misalnya program perpustakaan yang berlangsung hanya mingguan.

2. Media Cetak

a. Surat kabar

Media surat kabar ini bisa dipakai untuk mendisplaikan buku-buku terbaru atau buku-buku yang sedang best seller di pasaran dan sudah dimiliki oleh perpustakaan.

b. Majalah

Majalah bisa dipakai untuk menampilkan profil singkat perpustakaan serta apa saja keunggulan maupun kekhasan sebuah perpustakaan yang bersangkutan yang tidak dimiliki oleh perpustakaan lainnnya.

c. Brosur

Brosur sangat efektif dipakai untuk memberikan informasi yang sifatnya beralur misalnya, cara menjadi anggota, di situ ditunjukkan prosesnya mulai dari datang ke perpustakaan sampai mendapat kartu anggota hinnga terjadi proses transaksi meminjam buku.

3. Pameran

Pameran buku merupakan ajang yang bagus untuk memancing masyarakat datang ke perpustakaan. Dengan rajin mengikuti pameran buku maupun mengadakan pameran sendiri akan membuat perpustakaan dikenal secara langsung oleh masyarakat.

KESIMPULAN

Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menciptakan masyarakat yang mencintai perpustakaan perlu dilakukan beberapa kegiatan yaitu:

  1. Pemasyarakatan kegiatan minat baca untuk mendorong tercipatanya masyarakat yang mempunyai kemampuan literasi tinggi dan senantiasa haus akan ilmu pengetahuan .
  2. Promosi perpustakaan untuk lebih mengenalkan perpustakaan ke masyarakat melalui beberapa media baik media elektronik, media cetak, dan Pameran.

SARAN

Bahwa dalam memasyarakatkan gerakan minat baca perlu melibatkan semua pihak baik itu institusi pendidikan, masyarakat umum dan tentunya perpustakaan sebagai ujung tombaknya. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi yang bagus sehingga tercipta masyarakat pembelajar sepanjang hayat.

Kedua, hendaknya dalam melakuakan promosi perpustakaan menggunakan strategi khusus.Agar tujuan promosi tercapai, misalnya penggunaan media harus disesuaikan dengan pesan yang hendak disampaikan supaya pesan mudah dimengerti oleh masyarakat yang pada akhirnya bisa memancing masyarakat untuk mengenal lebih jauh perpustakaan. Dan tentunya apabila masyarakat sudah mengenal perpustakaan, secara lambat laun akan tumbuh kecintaan masyarakat terhadap perpustakaan.

Semoga ….

DAFTAR PUSTAKA

  • Bunanta, Murti, Buku, Mendongeng dan Minat Baca, Jakarta: Pustaka Tangga, 2004.
  • Donald, Melkion, Kerjasama dan Promosi Perpustakaan Dinas/Rumah Ibadah, Makalah Bimbingan Teknis Pengelola Perpustakaan Dinas dan Rumah Ibadah, Hotel Victory, Batu, Malang, 25-27 Juni 2008.
  • H.S., Lasa, Manajemen Perpustakaan, Yogyakarta: Gama Media, 2005.
  • Kamal, Idris, Pola dan Strategi Pengembangan Perpustakaan dan Pembinaan Minat Baca, Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2001
  • Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Penulis ; Agus Buchori (seorang guru di sma swasta dan juga pns di perpustakaan kabupaten Lamongan)

sumber : http://duniaperpustakaan.com/2010/05/23/menciptakan-rasa-cinta-pada-perpustakaan/

Mengenal Lebih Dekat Perpustakaan Perguruan Tinggi Atau Universitas

Perpustakaan Perguruan Tinggi Merupakan sebuah sarana penunjang yang didirikan untuk mendukung kegiatan Civitas Akademik, dimana Perguruan Tinggi itu berada. Dalam buku pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi disebutkan bahwa, Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan unsur penunjang Perguruan Tinggi dalam kegiatan pendidikan , penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam rangka menunjang kegiatan Tri Darma tersebut, maka perpustakaan diberi beberapa fungsi diantaranya ;fungsi edukasi, sumber informasi, penunjang riset, rekreasi, publikasi , deposit dan iterpretasi informasi (2004:3-4).

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah/PP No.5 tahun 1980 tentang pokok-pokok organisasi universitas atau institute, bahwa Perpustakaan Perguruan Tinggi termasuk kedalam Unit Pelayanan Teknis (UPT), yaitu sarana penunjang teknis yang merupakan perangkat kelengkapan universitas atau institute dibidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. (Pawit M. Yusuf, 1991:102-103).

FUNGSI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

Beberapa fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi, seperti yang telah disampaikan diatas sebagian dapat diuraikan sebagai berikut :

Fungsi Edukasi

Dalam hal ini jelas, bahwa tugas pokok Perpustakaan Perguruan Tinggi ialah menunjang program Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah bersifat edukasi. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, cara belajar mahasiswa pada sebuah perguruan tinggi lebih bersifat serba aktif, hal ini terlihat dengan adanya kegiatan belajar terstruktur dan belajar mandiri sebagai tuntutan dari sistem SKS ( Sistem Kredit Semester ).

Peranan dosen dalam hal ini bukan “mengajar” mahasiswa lagi , tetapi lebih tepat “ membelajarkan” mahasiswa. Seorang mahasiswa lebih dituntut untuk membaca sebanyak mungkin bahan bacaan yang ada di perpustakaan, terutama bahan bacaan yang berhubungan dengan mata kuliah yang sedang di tempuh. Terkadang tidak mengherankan bila ada Mahasiswa yang lebih banyak tahu dari Dosennya. Ini sering terjadi dan merupakan kenyataan dimana seorang dosen terkadang kewalahan menghadapi mahasiswa yang bertipe agresif karena banyak membaca.

Fungsi Informasi

Peranan perpustakaan, disamping sebagai sarana pendidikan juga berfungsi sebagai pusat informasi. Diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi sang pemakai (user). Terkadang memang tidak semua informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dapat dipenuhi, karena memang tidak ada perpustakaan yang dapat memenuhi semua kebutuhan informasi pemakai. Untuk itu dibutuhkan peran pustakawan yang bisa memberikan arahan kemana sebaiknya mencari informasi yang dibutuhkan. Misalnya dengan menggunakan layanan rujukan dan media Internet.

Fungsi Riset ( penelitian )

Salah satu fungsi dari Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah mendukung pelaksanaan riset yang dilakukan oleh civitas akademika melalui penyediaan informasi dan sumber-sumber informasi untuk keperluan penelitian pengguna. Informasi yang di peroleh melalui perpustakaan dapat mencegah terjadinya duplikasi penelitian. Kecuali penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, melalui fungsi riset diharapkan karya-karya penelitian yang dilakukan oleh civitas akademik akan semakin berkembang.

Fungsi Rekreasi

Perpustakaan disamping berfungsi sebagai sarana pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Tentunya rekreasi yang dimaksud disini bukan berarti jalan-jalan untuk liburan, tetapi lebih berhubungan dengan ilmu pengetahuan. seperti dengan cara menyajikan koleksi yang menghibur pembaca misalnya bacaan humor, cerita perjalanan hidup seseorang, novel, dan membuat kreasi keterampilan.

Dari beberapa fungsi yang telah dijabarkan diatas, terlihat demikian luasnya fungsi perpustakaan bagi pemakainya, terutama bagi civitas akademik. Tetapi besarnya fungsi perpustakaan tersebut, terkadang belum dibarengi dengan perhatian lebih kepada perpustakaan. Masih ada sebagian Perpustakaan Perguruan Tinggi yang belum bisa melakukan tugas dan fungsinya secara optimal. Hal ini diakibatkan adanya kendala yang terkadang sulit dipecahkan, misalnya dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) dan sarana dalam pelaksanaan tugas.

Adanya aturan – aturan panjang dalam rangka pengadaan SDM atau peralatan perpustakaan merupakan salah satu faktor utamanya. Selain itu , perbandingan antara pemakai yang dilayani dengan petugas yang ada belum sesuai. Padahal sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi, walaupun itu perpustakaan yang ada di sebuah fakultas, membutuhkan beberapa orang tenaga pengelola. Karena pada dasarnya, kegiatan di perpustakaan bukan hanya melayani peminjaman dan pengembalian buku saja, tetapi meliputi juga penanganan administrasi, pengadaan, pengolahan, sirkulasi dan referensi. Apalagi dizaman teknologi informasi sekarang ini. Informasi yang beredar begitu pesat perkembangannya, perpustakaan dituntut untuk bisa menyeimbangkan antara informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dengan informasi yang tersedia di perpustakaan. Disinilah dibutuhkan peran pustakawan yang terlatih dan profesional untuk bisa menghadapi kondisi tersebut.

TENAGA PERPUSTAKAAN

Tenaga perpustakaan terdiri dari Pustakawan dan Tenaga Teknis. Dalam Undang – Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa: Tenaga teknis perpustakaan. Yang dimaksud dengan tenaga teknis perpustakaan adalah tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio-visual, dan tenaga teknis ketatausahaan.

Pustakawan

Pustakawan sebagaimana dimaksud harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Artinya pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk Melaksanakan pengelolaan dan layanan perpustakaan.

Sebagai sebuah lembaga, Perpustakaan Perguruan Tinggi dipandang sebagai suatu sistem, dengan ciri-ciri : ada tujuan, ada input, ada proses dan ada out put, serta pada akhirnya ada (evaluasi) tentang keberhasilan sistem tadi. Disinilah dibutuhkan peran seorang pemimpin perpustakaan yang memiliki pengetahuan luas mengenai tata kelola sebuah perpustakaan. Didalam kegiatan sehari-harinya seorang pemimpin perpustakaan perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mencapai tujuannya. Proses pengambilan keputusan ini tentu memerlukan data atau informasi yang sesuai dengan arah yang sejalan dengan kemungkinan pengembangan lembaga induk melalui data atau informasi yang tepat. Seorang kepala perpustakaan diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat, untuk meningkatkan kualitas pencapaian program-program Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dia pimpin.

Kemudian peningkatan kemampuan tenaga pengelola atau pustakawan yang dimiliki harus lebih diperhatikan, jangan sampai yang duduk di perpustakaan justru tidak mengerti akan pentingnya perpustakaan, misalnya dalam memberikan pelayanan kepada pengguna tidak ramah, tidak santun dan kualitas pendidikannya tidak diperhatikan, padahal perpustakaan peruguran tinggi melayani orang-orang intelektual seperti mahasiswa dan dosen. Pustakawan harus tulus hati dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya, dan yang paling penting adalah pustakawan harus menyayangi buku-buku atau koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan, sehingga koleksi perpustakaan akan senantiasa terpelihara dengan baik.

PENGGUNA

Berbicara mengenai pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi memang tidak sulit menjawabnya. Tentu saja sivitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

Mahasiswa

Masyarakat mahasiswa di berbagai tingkat pada lingkungan Perguruan Tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung. Mereka itulah yang mempunyai hak utama untuk memanfaatkan segala fasilitas di perpustakaan. Tanpa dituntut persyaratan lebih lanjut asal seorang mahasiswa telah terdaftar di lingkungan perguruan tinggi bersangkutan. Minimal hanya datang dan membaca di tempat. Sedangkan untuk pemanfaatannya lebih jauh mereka dikenakan persyaratan administratif ringan yang sifatnya pengamanan dan ketertiban. Sebab perpustakaan itu mahal harganya.

Dosen

Kelompok masyarakat pengguna ini meskipun jumlahnya tidak sebanyak mahasiswa, namun secara fungsional mereka mempunyai potensi yang besar terhadap pemanfaatan perpustakaan. Sebagai staf akademik tentu banyak berhubungan langsung dengan bahan informasi yang tepat untuk mempersiapkan perkuliahan-mengajar. Kegiatan penelitian yang memang sudah menjadi salah satu pekerjaan dosen, sangat banyak membutuhkan informasi kepustakaan.

Tenaga teknis nonedukatif

Kelompok masyarakat ini juga dikenal sebagai karyawan administrasi. Tugasnya ialah membantu dan menunjang kelancaran kerja organisai atau lembaga. Karena sifat pekerjaannya yang tidak terlalu banyak memerlukan kemampuan profesional yang memerlukan pemikiran optimal. Dalam arti bahwa kegiatanya lebih banyak bersifat rutin. Kelompok pengguna ini pada umumnya tidak perlu mempergunakan bahan informasi akademik seperti yang dibutuhkan oleh mahasiswa dan dosen maupun staf fungsional lainnya. Bagi mereka cukup disediakan bahan-bahan yang bersifat menghibur maupun bahan-bahan yang bersifat ringan. Tetapi memang ada juga sebagian dari mereka yang memiliki jiwa ilmuwan , artinya haus akan bacaan akademik untuk mengembangkan kemampuan daya nalarnya, tetapi jumlahnya tidak banyak.

Masyarakat Bebas

Perpustakaan pada dasarnya terbuka untuk umum, artinya tidak membatasi kelompok penggunanya hanya dalam lingkungan sendiri saja. Demikian juga masyarakat bebas dari mana pun asalnya seperti misalnya dari perguruan tinggi lain. Paling tidak mereka berhak datang dan membaca bahan bacaan ditempat. Tidak diperkenankan meminjamnya.

Perpustakaan Lain

Apabila pada suatu perpustakaan seseorang tidak dapat menemukan bahan informasi yang dicarinya, maka perpustakaan tersebut berusaha mencari bahan tersebut ke perpustakaan lain yang lebih lengkap. Bukan orang – perorang yang meminjam secara langsung kepada perpustakaan terakhir itu, tetapi perpustakaan pertamalah yang meminjamnya. Inilah yang disebut dengan silang pinjam antar perpustakaan.

Demikian sedikit banyak pembahasan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan Perpustakaan Perguruan Tinggi, serta apa saja yang bisa didapatkan di perpustakaan tersebut.

PENUTUP

Pada dasarnya Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan sebuah pusat pelayanan dan informasi. Untuk itu setiap pengunjung terutama civitas akademik, berhak mengetahui palayanan dan informasi apa saja yang dapat diperoleh di Perpustakaan Perguruan Tinggi Tersebut. sehingga nantinya para pengguna perpustakaan benar-benar dapat merasakan manfaat dari keberadaan sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi yang ada dilingkungan studi mereka.

SARAN

Keberlangsung berbagai bentuk kegiatan di sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi sangat tergantung kepada berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga bermanfaat untuk banyak pihak. Adanya Koleksi, tenaga, tempat, sistem, dan peralatan bersatu dalam kesepakatan untuk menyajikan informasi sesuai dengan permintaan pengguna (user) perpustakaan. Sehingga hasil yang dicapai juga lebih optimal.

Daftar Pustaka :

  • Yusup, M Pawit. 1991. Mengenal Dunia Perptustakaan dan Informasi. Rinekacipta. Bandung.
  • Hardiningtyas, Tri . 2008. Mengerti Perpustakaan (Perpustakaan Perguruan Tinggi). Perpustakaan Universitas Sebelas Maret.
  • http://pustaka.uns.ac.id
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan

sumber : http://duniaperpustakaan.com/2010/05/27/mengenal-lebih-dekat-perpustakaan-perguruan-tinggi-atau-universitas/

Mengenal Lebih Dekat Perpustakaan Perguruan Tinggi Atau Universitas

Perpustakaan Perguruan Tinggi Merupakan sebuah sarana penunjang yang didirikan untuk mendukung kegiatan Civitas Akademik, dimana Perguruan Tinggi itu berada. Dalam buku pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi disebutkan bahwa, Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan unsur penunjang Perguruan Tinggi dalam kegiatan pendidikan , penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam rangka menunjang kegiatan Tri Darma tersebut, maka perpustakaan diberi beberapa fungsi diantaranya ;fungsi edukasi, sumber informasi, penunjang riset, rekreasi, publikasi , deposit dan iterpretasi informasi (2004:3-4).

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah/PP No.5 tahun 1980 tentang pokok-pokok organisasi universitas atau institute, bahwa Perpustakaan Perguruan Tinggi termasuk kedalam Unit Pelayanan Teknis (UPT), yaitu sarana penunjang teknis yang merupakan perangkat kelengkapan universitas atau institute dibidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. (Pawit M. Yusuf, 1991:102-103).

FUNGSI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

Beberapa fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi, seperti yang telah disampaikan diatas sebagian dapat diuraikan sebagai berikut :

Fungsi Edukasi

Dalam hal ini jelas, bahwa tugas pokok Perpustakaan Perguruan Tinggi ialah menunjang program Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah bersifat edukasi. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, cara belajar mahasiswa pada sebuah perguruan tinggi lebih bersifat serba aktif, hal ini terlihat dengan adanya kegiatan belajar terstruktur dan belajar mandiri sebagai tuntutan dari sistem SKS ( Sistem Kredit Semester ).

Peranan dosen dalam hal ini bukan “mengajar” mahasiswa lagi , tetapi lebih tepat “ membelajarkan” mahasiswa. Seorang mahasiswa lebih dituntut untuk membaca sebanyak mungkin bahan bacaan yang ada di perpustakaan, terutama bahan bacaan yang berhubungan dengan mata kuliah yang sedang di tempuh. Terkadang tidak mengherankan bila ada Mahasiswa yang lebih banyak tahu dari Dosennya. Ini sering terjadi dan merupakan kenyataan dimana seorang dosen terkadang kewalahan menghadapi mahasiswa yang bertipe agresif karena banyak membaca.

Fungsi Informasi

Peranan perpustakaan, disamping sebagai sarana pendidikan juga berfungsi sebagai pusat informasi. Diharapkan perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi sang pemakai (user). Terkadang memang tidak semua informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dapat dipenuhi, karena memang tidak ada perpustakaan yang dapat memenuhi semua kebutuhan informasi pemakai. Untuk itu dibutuhkan peran pustakawan yang bisa memberikan arahan kemana sebaiknya mencari informasi yang dibutuhkan. Misalnya dengan menggunakan layanan rujukan dan media Internet.

Fungsi Riset ( penelitian )

Salah satu fungsi dari Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah mendukung pelaksanaan riset yang dilakukan oleh civitas akademika melalui penyediaan informasi dan sumber-sumber informasi untuk keperluan penelitian pengguna. Informasi yang di peroleh melalui perpustakaan dapat mencegah terjadinya duplikasi penelitian. Kecuali penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, melalui fungsi riset diharapkan karya-karya penelitian yang dilakukan oleh civitas akademik akan semakin berkembang.

Fungsi Rekreasi

Perpustakaan disamping berfungsi sebagai sarana pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Tentunya rekreasi yang dimaksud disini bukan berarti jalan-jalan untuk liburan, tetapi lebih berhubungan dengan ilmu pengetahuan. seperti dengan cara menyajikan koleksi yang menghibur pembaca misalnya bacaan humor, cerita perjalanan hidup seseorang, novel, dan membuat kreasi keterampilan.

Dari beberapa fungsi yang telah dijabarkan diatas, terlihat demikian luasnya fungsi perpustakaan bagi pemakainya, terutama bagi civitas akademik. Tetapi besarnya fungsi perpustakaan tersebut, terkadang belum dibarengi dengan perhatian lebih kepada perpustakaan. Masih ada sebagian Perpustakaan Perguruan Tinggi yang belum bisa melakukan tugas dan fungsinya secara optimal. Hal ini diakibatkan adanya kendala yang terkadang sulit dipecahkan, misalnya dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) dan sarana dalam pelaksanaan tugas.

Adanya aturan – aturan panjang dalam rangka pengadaan SDM atau peralatan perpustakaan merupakan salah satu faktor utamanya. Selain itu , perbandingan antara pemakai yang dilayani dengan petugas yang ada belum sesuai. Padahal sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi, walaupun itu perpustakaan yang ada di sebuah fakultas, membutuhkan beberapa orang tenaga pengelola. Karena pada dasarnya, kegiatan di perpustakaan bukan hanya melayani peminjaman dan pengembalian buku saja, tetapi meliputi juga penanganan administrasi, pengadaan, pengolahan, sirkulasi dan referensi. Apalagi dizaman teknologi informasi sekarang ini. Informasi yang beredar begitu pesat perkembangannya, perpustakaan dituntut untuk bisa menyeimbangkan antara informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dengan informasi yang tersedia di perpustakaan. Disinilah dibutuhkan peran pustakawan yang terlatih dan profesional untuk bisa menghadapi kondisi tersebut.

TENAGA PERPUSTAKAAN

Tenaga perpustakaan terdiri dari Pustakawan dan Tenaga Teknis. Dalam Undang – Undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 pasal 29 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa: Tenaga teknis perpustakaan. Yang dimaksud dengan tenaga teknis perpustakaan adalah tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio-visual, dan tenaga teknis ketatausahaan.

Pustakawan

Pustakawan sebagaimana dimaksud harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Artinya pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk Melaksanakan pengelolaan dan layanan perpustakaan.

Sebagai sebuah lembaga, Perpustakaan Perguruan Tinggi dipandang sebagai suatu sistem, dengan ciri-ciri : ada tujuan, ada input, ada proses dan ada out put, serta pada akhirnya ada (evaluasi) tentang keberhasilan sistem tadi. Disinilah dibutuhkan peran seorang pemimpin perpustakaan yang memiliki pengetahuan luas mengenai tata kelola sebuah perpustakaan. Didalam kegiatan sehari-harinya seorang pemimpin perpustakaan perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mencapai tujuannya. Proses pengambilan keputusan ini tentu memerlukan data atau informasi yang sesuai dengan arah yang sejalan dengan kemungkinan pengembangan lembaga induk melalui data atau informasi yang tepat. Seorang kepala perpustakaan diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat, untuk meningkatkan kualitas pencapaian program-program Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dia pimpin.

Kemudian peningkatan kemampuan tenaga pengelola atau pustakawan yang dimiliki harus lebih diperhatikan, jangan sampai yang duduk di perpustakaan justru tidak mengerti akan pentingnya perpustakaan, misalnya dalam memberikan pelayanan kepada pengguna tidak ramah, tidak santun dan kualitas pendidikannya tidak diperhatikan, padahal perpustakaan peruguran tinggi melayani orang-orang intelektual seperti mahasiswa dan dosen. Pustakawan harus tulus hati dalam memberikan pelayanan kepada anggotanya, dan yang paling penting adalah pustakawan harus menyayangi buku-buku atau koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan, sehingga koleksi perpustakaan akan senantiasa terpelihara dengan baik.

PENGGUNA

Berbicara mengenai pengguna Perpustakaan Perguruan Tinggi memang tidak sulit menjawabnya. Tentu saja sivitas akademika perguruan tinggi yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

Mahasiswa

Masyarakat mahasiswa di berbagai tingkat pada lingkungan Perguruan Tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung. Mereka itulah yang mempunyai hak utama untuk memanfaatkan segala fasilitas di perpustakaan. Tanpa dituntut persyaratan lebih lanjut asal seorang mahasiswa telah terdaftar di lingkungan perguruan tinggi bersangkutan. Minimal hanya datang dan membaca di tempat. Sedangkan untuk pemanfaatannya lebih jauh mereka dikenakan persyaratan administratif ringan yang sifatnya pengamanan dan ketertiban. Sebab perpustakaan itu mahal harganya.

Dosen

Kelompok masyarakat pengguna ini meskipun jumlahnya tidak sebanyak mahasiswa, namun secara fungsional mereka mempunyai potensi yang besar terhadap pemanfaatan perpustakaan. Sebagai staf akademik tentu banyak berhubungan langsung dengan bahan informasi yang tepat untuk mempersiapkan perkuliahan-mengajar. Kegiatan penelitian yang memang sudah menjadi salah satu pekerjaan dosen, sangat banyak membutuhkan informasi kepustakaan.

Tenaga teknis nonedukatif

Kelompok masyarakat ini juga dikenal sebagai karyawan administrasi. Tugasnya ialah membantu dan menunjang kelancaran kerja organisai atau lembaga. Karena sifat pekerjaannya yang tidak terlalu banyak memerlukan kemampuan profesional yang memerlukan pemikiran optimal. Dalam arti bahwa kegiatanya lebih banyak bersifat rutin. Kelompok pengguna ini pada umumnya tidak perlu mempergunakan bahan informasi akademik seperti yang dibutuhkan oleh mahasiswa dan dosen maupun staf fungsional lainnya. Bagi mereka cukup disediakan bahan-bahan yang bersifat menghibur maupun bahan-bahan yang bersifat ringan. Tetapi memang ada juga sebagian dari mereka yang memiliki jiwa ilmuwan , artinya haus akan bacaan akademik untuk mengembangkan kemampuan daya nalarnya, tetapi jumlahnya tidak banyak.

Masyarakat Bebas

Perpustakaan pada dasarnya terbuka untuk umum, artinya tidak membatasi kelompok penggunanya hanya dalam lingkungan sendiri saja. Demikian juga masyarakat bebas dari mana pun asalnya seperti misalnya dari perguruan tinggi lain. Paling tidak mereka berhak datang dan membaca bahan bacaan ditempat. Tidak diperkenankan meminjamnya.

Perpustakaan Lain

Apabila pada suatu perpustakaan seseorang tidak dapat menemukan bahan informasi yang dicarinya, maka perpustakaan tersebut berusaha mencari bahan tersebut ke perpustakaan lain yang lebih lengkap. Bukan orang – perorang yang meminjam secara langsung kepada perpustakaan terakhir itu, tetapi perpustakaan pertamalah yang meminjamnya. Inilah yang disebut dengan silang pinjam antar perpustakaan.

Demikian sedikit banyak pembahasan mengenai siapa saja yang berhak menggunakan Perpustakaan Perguruan Tinggi, serta apa saja yang bisa didapatkan di perpustakaan tersebut.

PENUTUP

Pada dasarnya Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan sebuah pusat pelayanan dan informasi. Untuk itu setiap pengunjung terutama civitas akademik, berhak mengetahui palayanan dan informasi apa saja yang dapat diperoleh di Perpustakaan Perguruan Tinggi Tersebut. sehingga nantinya para pengguna perpustakaan benar-benar dapat merasakan manfaat dari keberadaan sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi yang ada dilingkungan studi mereka.

SARAN

Keberlangsung berbagai bentuk kegiatan di sebuah Perpustakaan Perguruan Tinggi sangat tergantung kepada berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga bermanfaat untuk banyak pihak. Adanya Koleksi, tenaga, tempat, sistem, dan peralatan bersatu dalam kesepakatan untuk menyajikan informasi sesuai dengan permintaan pengguna (user) perpustakaan. Sehingga hasil yang dicapai juga lebih optimal.

Daftar Pustaka :

  • Yusup, M Pawit. 1991. Mengenal Dunia Perptustakaan dan Informasi. Rinekacipta. Bandung.
  • Hardiningtyas, Tri . 2008. Mengerti Perpustakaan (Perpustakaan Perguruan Tinggi). Perpustakaan Universitas Sebelas Maret.
  • http://pustaka.uns.ac.id
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan

sumber : http://duniaperpustakaan.com/2010/05/27/mengenal-lebih-dekat-perpustakaan-perguruan-tinggi-atau-universitas/

DEFINISI PERPUSTAKAAN DIGITAL

1. Perpustakaan Digital (digital library) adalah perpustakaan yang harus memenuhi atau menyediakan semua jasa yang esensial dari jasa perpustakaan tradisional dan juga harus mengekploitasi kelebihan dan manfaat penyimpanan penelusuran dan komunikasi digital.
2. Perpustakaan Digital (digital library) adalah suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku atau tulisan, gambar, suara, dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronikmelalui jaringan komputer.
3. Digital library is a colection of information that is stored and accessed electionically. The information stored in the library should have a topic common to all the data. For example, a digital library can be designed for computer graphits, operating system, or networks. (http://www.cis.ics.saitama-u.ac.jp/romi)
4. Perpustakaan Digital adalah sebuah sistem yang memiliki berbagai layanan dan obyek informasi yang mendukung akses obyek informasi tesebut melalui perangkat digital. Layanan ini diharapkan dapat mempermudah pencarian informasi di dalam koleksi obyek informasi seperti dokumen, gambar dan database dalam format digital dengan cepat, tepat, dan akurat.
5. Perpustakaan digital merupakan perpustakaan di mana sebahagian besar sumber terdapat dalam format yang boleh dicapai mesin (berbanding cetakan atau filem mikro), dicapai melalui komputer. Kandungan digital boleh disimpan di situ atau dicapai melalui jaringan komputer. Dalam perpustakaan, proses pendigitalan bermula dengan katalog, kepada index berkala (periodical indexes) dan khidmat abstrak, dan kemudiannya kepada (periodicals) dan buku rujukan besar, dan akhirnya pada penerbitan buku. Sebahagian perpustakaan digital yang paling berjaya dan terbesar adalah projrk gutenberg, ibiblio, dan internet archive. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Perbualan:Perpustakaan_digital)
ANALISIS
Dari 5 definisi Perpustakaan Digital diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pengembangan dan memperdayakan suatu perpustakaan merupakan suatu pilihan yang tepat recovery pendidikan dan mengantarkan masyarakat ke arah masyarakat modern yang berparadaban. kompetisi masyarakat ditentukan oleh kemampuannya dalam memahami situasi dan merespon setiap kebutuhan zaman. salah satu untuk memenuhi kualifikasi ini adalah lewat pendidikan, sedangkan pendidikan bisa berjalan dengan baik apabila didukung oleh perpustakaan yang handal.
Perpustakaan yang andal di masa depan adalah perpustakaan yang memiliki kemampuan akses terhadap teknologi. Dalam hal ini, perpustakan digital merupakan perpustakaan yang dimotori oleh keunggulan teknologi. Sistem dan manajemennya telah didukung oleh teknologi serta koleksi-koleksinya berupa teknologi digital. Keberadaan digital library akan memberikan wajah baru dalam dunia perpustakaan, sedangkan image negatif yang telah memarginalisasikan perpustakaan akan terpecahkan. Di samping itu, digital library memiliki daya system pelayanan yang super efisien, akurat, dan cepat sehingga pemakai atau anggota perpustakaan akan merasa nyaman dan puas.
Preservasi terhadap koleksi-koleksi digital sangat mudah dan cepat dilakukan selama pustakawan yang bersangkutan memiliki kualifikasi yang memenuhi prinsip-prinsip bersyaratkan untuk pustakawan digital. Keandalan pustakawan tersebut akan menjadi barometer perwujudan digital library yang dapat menjadi model dari suatu perpustakaan alternative pada masa mendatang

Analisis Sitasi : Mengukur Mengutip

Kehidupan ilmuwan dan pustakawan selalu bergelimang kutipan. Sejak awal kelahiran ilmu pengetahuan dan perpustakaan-perpustakaan ilmiah, kegiatan kutip mengutip sudah lahir. Maka tidaklah mengherankan kalau analisis sitasi dianggap cabang bibliometika dan informetrika yang paling besar, serta dinamakan juga citation studies. Fokusnya adalah pada kaitan antar publikasi (publication-publication link). Lebih tepatnya lagi, kajian sitasi ini mempelajari seberapa banyak atau sering sebuah karya atau seseorang dikutip oleh karya lainnya.

Ini agak sedikit berbeda dari analisis rujukan (reference analysis) yang mempelajari sisi “rujukan-ke” dari kaitan antar publikasi itu (atau sisi si pengutip). Perbedaan lain antara analisis sitasi dan analisis rujukan adalah pada kenyaaan bawa daftar rujukan di setiap dokumen bersifat tetap (dengan demikian berciri “ke dalam” atau intrinsic), sementara daftar rujukan ke sebuah dokumen bersifat “ke luar” atau extrinsic. Daftar rujukan merupakan serangkaian dokumen yang perujukannya dibalik (yang didaftar adalah dokumen yang dirujuk, bukan yang merujuk) serta dapat diperluas sejalan dengan waktu, karena sebuah dokumen bisa saja terus menerus dikutip sepanjang waktu.

Kajian sitasi memanfaatkan pangkalan data indeks sitasi yang dibuat oleh Institute for Scientific Information (ISI), walau ada juga analisis sitasi yang memakai pangkalan data regional atau bahkan lokal.

Analisis sitasi juga mengandung beberapa pengkhususan, yaitu:

Teori pengutipan (the theory of citing).

Sebuah topik khusus yang mempelajari bagaimana teks “berkomunikasi” atau berhubungan dengan teks lainnya. Tentu saja teori ini mengandalkan pengenaan ukuran-ukuran kuantitatif terhadap fungsi itu. Dalam cabang kajian tentang pengutipan ini biasa ada pembahasan tentang bagaimana sebuah dokumen dikutip di dokumen lain karena dokumen yang dikutip itu menyediakan informasi yang relevan terhadap riset yang sedang ditulis di dokumen yang mengutip, misalnya dalam hal metode, landasan pemikiran, dan sebagainya. Pengutipan tidak perlu menyeluruh. Jika kita asumsikan bahwa semua kutipan bersifat serupa dalam hal sumbangannya kepada artikel pengutip, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik:

  • Semakin sering sebuah dokumen dikutip, maka semakin besar lah dokumen itu memberi kontribusi informasi, dan semakin besarlah pengaruhnya pada penelitian yang sedang dilaporkan di dalam dokumen pengutip. Ukuran dari pengaruh atau dampak (impact) ini adalah jumlah pengutipan.
  • Berapa kali sebuah dokumen dikutip dalam satu rentang waktu tertentu menunjukkan berapa banyak informasi di dalam dokumen tersebut berguna untuk sebuah riset. Jika frekuensinya menurun, maka dokumen tersebut semakin tidak relevan, sampai akhirnya menjadi usang alias obsolete.
  • Jika dua dokumen bersama-sama dikutip oleh dokumen ketiga, maka kedua dokumen tersebut bersama-sama memberi sumbangan. Semakin sering dua dokumen dikutip bersama (co-cited), maka semakin dekatlah hubungan kedua dokumen tersebut. Kayak dua orang yang sering jalan bareng pastilah ada “apa-apa”nya.. :-)

Kinerja sitasi dan ukuran pemanfaatan (citation performance and usage measure).

Secara awam kita dapat menyimpulkan bahwa frekuensi sebuah dokumen dikutip dapat dianggap sebagai ukuran dari dampak dan pegaruh dokumenter sebut. Premis ini dapat diperluas untuk kumpulan (agregat) dokumen, misalnya untuk karya-karya seorang penulis atau untuk sebuah jurnal tertentu. Daftar indeks sitasi yang diproduksi ISI selalu menggunakan pengukuran ini, yang disebut sebagai impact factor.

Berdasarkan pengukuran ini, ISI menetakan besaran dampak sebuah jurnal tertentu di tahun tertentu, yang merupakan jumlah sitasi di tahun itu ke artikel di jurnal yang bersangkutan pada periode dua tahun sebelumnya, dibagi jumlah total artikel yang muncul di jurnal itu dalam dua tahun. Besaran dampak ini juga dipakai untuk menghitung kontribusi ilmiah dari seseorang ilmuwan, sekelompok ilmuwan, departemen, institusi, displin, dan negara.

Pengukuran besaran dampak ini sebenarnya juga harus memperhitungkan perjalanan waktu dari pengutipan-pengutipan tersebut. Dari sini lah lahir kajian tentang tingkat penggunaan dan keusangan (obsolescence studies). Bagi buku atau monograf, profil penggunaan dan keusangan ini dapat dilihat dari data sirkulasi walau kegunaan ukuran ini agak terbatas karena hanya berlaku untuk lingkungan pengguna perpustakaan bersangkutan.

Untuk artikel ilmiah, jumlah pengutipan adalah lebih baik untuk mengukur manfaat. Namun ada yang harus digarisbawahi, yaitu biasanya ada jarak antara waktu publikasi dan waktu pertama artikel itu dikutip, lalu jumlah sitasi naik sejalan dengan waktu, sampai mencapai titik maksimum (disebut titik impulse atau titik kematangan), dan akhirnya tingkat pengutipan turun sampai menjadi nol, atau mencapai masa keusangan. Inilah yang dipelajari dan dipakai untuk melihat apa yang disebut “profil penuaan dokumen” (aging profiles). Iseng-iseng mungkin juga dapat dipakai untuk membuat “profil penuaan diri sendiri”.. he he he.

Analisis ko-sitasi dan pemetaan literatur (co-citation analysis and literature mapping)

Jika ada beberapa dokumen saling mengutip, tentunya kita dapat mengukurnya sebagai proses pertukaran informasi dan sebagai sebuah fenomena antar disiplin. Apa yang disebut sebagai hubungan pasangan (pairwise relationhsips) antar dokumen dapat dilihat sebagai ukuran kesamaan relevansi, atau kesamaan kandungan subjek. Lalu digunakan lah teknik taksonomi numerik untuk membuat sebuah klasifikasi hirarkis berdasarkan derajat kesamaan sebagai cara memahami sifat hubungan antar dokumen tersebut.

Untuk mengubah matriks kaitan ko-sitasi antar sepasang unit (baik itu dokumen, pengarang, dan jurnal) menjadi klasifkasi hirarkis berdasarkan derajat kesamaan yang terlihat di kaitan itu, diperlukan serangkaian keputusan, yaitu:

  • pemilihan ambang (threshold) sitasi dan ko-sitasi untuk memastikan bahwa matriks data mentah akan menghaslkan struktur persamaan yang masuk akal,
  • pemilihan indeks untuk mengukur derajat kesamaan yang akan didapat dari data ko-sitasi mentah, karena indeks yang berbeda akan menghasilkan hirarki berbeda (diusulkan memakai Jacard Index dan Salton’s cosine formula),
  • pemilihan prosedur pengelompokan (clustering) terhadap data yang sudah ditransformasi. Hasil dan data dalam matriks juga dapat diinterpretasi dengan cara berbeda, yaitu jika angka-angka sudah memadai, maka besaran ketidaksamaan antar objek dapat dipetakan ke bentuk hubungan biner yang memperlihat jarak antar objek, sehingga relasi dalam matriks dapat digambarkan dalam ruang fisik. Untuk mencapai ini, matriks objek dan jarak antar mereka harus ditempatkan dalam kerangka dimensional. Dalam teknik visualisasi ini persoalan utamannya adalah reduksi jumlah dimensi yang diperlukan untuk memasukkan semua jarak antar objek dalam satu gambar. Untuk ini, yang paling umum digunakan adalah multidimensional scalling (MDS).
ditulis ulang dari blog :http://iperpin.wordpress.com/2008/10/18/analisis-sitasi-ukur-mengukur-kutip-mengutip/

“Membaca” sang Pembaca

Tradisi kepustakawanan dan ilmu perpustakaan seringkali memfokuskan diri pada buku dan bacaan, katimbang membaca dan pembacanya. Sampai sekarang fokus ini masih ada: alih-alih memahami pengguna perpustakaan, banyak pustakawan berkonsentrasi pada nilai-baik yang ada di buku; alih-alih menyediakan buku yang dibutuhkan, banyak pustakawan menitikberatkan kegiatan mereka pada “buku yang baik” atau “buku yang positif”. Kegiatan seleksi dan pengembangan koleksi seringkali berdasarkan “nilai baik” dengan asumsi bahwa buku yang baik akan menghasilkan masyarakat yang baik.

Dalam tradisi literasi atau sastra (terutama di Amerika Serikat), pandangan seperti ini memang juga ada, didukung oleh berbagai model tentang text-active yang menjadi bagian dari teori new criticism -sebuah teori yang dibangun tahun 1940-an oleh John Crowe Ransom. Teori ini berasumsi bahwa teks (atau buku) dapat dilihat sebagai dirinya sendiri (self contained), terlepas dari respon pembaca, maksud penulis, atau konteks historis-kulturalnya. Para penganut new criticism melakukan close reading dan percaya bahwa struktur dan makna sebuah teks adalah satu kesatuan. Konsentrasi sepenuhnya dicurahkan pada mengutak-atik (atau “mengulik” istilah sekarangnya) teks itu sendiri. Pada tahun 1954, William K. Wimsatt dan Monroe Beardsley menegaskan bahwa dengan berkonsentrasi pada apa yang sudah tertera di atas kertas, maka maksud si penulisnya tidaklah terlalu relevan lagi. Bagi new criticism teks adalah segalanya. [Di blog ini close reading sudah pernah ditulis; silakan klik di sini]

Teori new criticism pada gilirannya mendapat kritik lagi dari sebuah aliran baru, yaitu reader-response criticism. Aliran baru ini malah mengedepankan kenyataan bahwa seorang pembaca memiliki peran besar dalam menetapkan makna sebuah bacaan. Dengan kata lain, apa yang terkandung dalam sebuah bacaan mungkin saja tidak terdapat di dalam bacaan itu sendiri, melainkan di dalam konstruksi (construct) pembacanya. Pada tahun 1980-an, tiga buku penting muncul di kancah penelitian tentang bacaan dan membaca, yaitu:

  1. Fish, S. (1980). Is There a Text in This class? The Authority of Interpretive Communites, Cambridge : Harvard University Press.
  2. Suleiman, S.R. dan Crosman, I. (ed.) (1980). The Reader in the Text : Essays on Audience and Interpretation, Princeton : Princeton University Press.
  3. Tompkins, J.P. (ed.) (1980). Reader-response Criticism : from Normalism to Post-structuralism, London : John Hopkins University Press.

Ketiga buku ini menegaskan pentingnya peran pembaca yang “membawa makna ke dalam tulisan”. Artinya, sebuah teks bukanlah satu-satunya sumber makna. Seorang pembaca menggunakan akal-budi dan pengalamannya ketika membaca sebuah teks. Apa yang ia maknai pada sebuah teks ikut ditentukan oleh pengalaman sebelumnya, persepsi, imajinasi, dan bahkan juga harapan-harapannya. Beberapa peneliti juga menekankan pada kemungkinan seorang pembaca “menemukan” maknanya sendiri, yang barangkali berbeda dari yang ditemukan orang lain, atau dari yang tertera di atas kertas. Toh, sejak lama kita sudah kenal frasa to read between the lines. Pada intinya, teori reader-response atau teori reception (karena berkonsentrasi pada pembaca sebagai “penerima” teks) mengangap bahwa teks tertulis harus dilihat secara dinamis, dan belum “jadi”. Setelah ada pembacanya, barulah teks itu membentuk makna.

Apa pengaruh teori ini pada bidang perpustakaan? Jelas adalah pada pengalihan perhatian: dari teks di atas kertas (atau di dalam buku) ke manusia yang membacanya. Dalam penelitian yang berorientasi buku, kita tak terlalu peduli pada bagaimana buku itu sesungguhnya dibaca. Sebaliknya dalam penelitian berorientasi pada pembaca, kita mengutamakan pengkajian terhadap perilaku, situasi, kondisi, dan makna-makna yang dibangun oleh manusia-pembaca. Kajian ini dapat dilakukan terhadap individu-individu, maupun terhadap sekelompok orang dalam sebuah masyarakat. Dengan kata lain, kita bermaksud “membaca” sang pembaca.

Pendekatan kualitatif, khususnya etnografi, dapat digunakan untuk memahami bagaimana masyarakat mengenakan nilai atau makna kepada bacaan mereka. Buku yang amat menarik tentang penelitian etnografi ini adalah The Ethnography of Reading, yang dieditori Jonathan Boyarin, terbitan University of California Press, tahun 1993.

Bacaan:

Ross, C.S. (2005), “Reader response theory”, dalam Theories of Information Behavior, Fisher, K.E, Erdelez, S. dan McKechnie, L. (ed.), Medford : Information Today, hal. 303 – 307.


disadur dari : http://iperpin.wordpress.com/2008/08/09/kepustakawanan-sebagai-praktik-teknologi/

Apa itu Ilmu Perpustakaan???


Ilmu perpustakaan (Inggris: library science) adalah bidang interdisipliner yang menggabungkan ilmu sosial, ilmu hukum, dan ilmu terapan untuk mempelajari topik yang berkaitan dengan perpustakaan. Ilmu perpustakaan ini mempelajari mengenai cara pengumpulan, pengorganisasian, pengawetan, dan penyebarluasan sumber informasi yang ada di suatu perpustakaan, serta berkaitan dengan nilai ekonomi dan politis dari informasi pada umumnya.

Pada mulanya ilmu perpustakaan lebih membahas mengenai ilmu pengarsipan. Hal ini berkaitan dengan cara penataan sumber informasi dengan sistem klasifikasi perpustakaan dan teknologi untuk mendukung maksud ini. Topik ini juga berkaitan dengan bagaimana pengguna jasa informasi ini mengakses, menelusuri, dan memanfaatkan informasi. Dan satu aspek lagi yang tidak kalah penting adalah etika dalam penataan dan pelayanan informasi, serta status legal dari suatu perpustakaan sebagai sumber informasi.

Secara akademis, mata kuliah dalam ilmu perpustakaan biasanya meliputi: manajemen koleksi, sistem informasi dan teknologi, kataloging, klasifikasi, cara pengawetan, referensi, statistika dan manajemen. Ilmu perpustakaan juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, oleh karena itu topik tentang sistem informasi manajemen, manajemen basis data, arsitektur informasi, dan manajemen pengetahuan juga menjadi bagian mata kuliah penting dalam pembahasan ilmu perpustakaan menuju suatu perpustakaan digital.


sumber : wikipedia.com